Konvergensi digital tidak hanya menghasilkan device-device yang
mampu memenuhi berbagai fungsi, namun juga menghasilkan device yang
memiliki kapasitas penyimpanan data yang tinggi. Beberapa pengguna
terkadang memiliki keinginan untuk bertukar informasi melalui data yang
terdapat dalam device yang mereka gunakan.
Akan tetapi, tidak semua
device yang berada di pasaran menggunakan standard removable storage
yang serupa seperti Compact Flash atau Secure Digital/Multi Media Card.
Bahkan pada beberapa device tidak terdapat mekanisme removable storage
seperti flash memory. Hal ini tentunya membatasi pertukaran data dari
segi fisik. Interkoneksi data yang selama ini ada selalu menggunakan
kabel sebagai “jembatan penyeberangan”. Namun, dengan kabel berarti
pengguna harus membawa peralatan ekstra yang mengurangi fleksibilitas.
Meskipun efektif, namun di perjalanan, bukan hal yang mudah untuk
membawa banyak peralatan sekaligus.
Tampaknya produsen device digital tidak tinggal diam menghadapi
permintaan konsumen yang menginginkan perpindahan data yang mudah.
Dengan permasalahan ini, muncullah device-device dengan alat
interkoneksi wireless yang terintegrasi. Dengan tersedianya
interkoneksi wireless, perpindahan data menjadi semudah mempertemukan
kedua alat tersebut tanpa adanya kontak fisik ataupun alat bantuan
lainnya.
Infrared: Pertama dan paling memasyarakat
Infrared sudah cukup umum tersedia pada alat-alat pengendali yang
beredar di pasaran. Remote control pada televise contohnya, sudah
menggunakan interkoneksi infrared (infra merah) untuk waktu yang cukup
lama. Infrared pada remote control tersebut memiliki prinsip kerja yang
sangat sederhana. Prosesor kecil pada remote control tersebut
menerjemahkan penekanan tombol menjadi instruksi bahasa mesin (data
biner) yang dikirimkan melalui infrared ke pesawat televisi. Kemudian
data ini diterjemahkan kembali menjadi instruksi yang dimengerti pesawat
televisi.
Infrared sebagai sebuah medium penghantar data, juga memiliki badan
yang mengaturnya. Sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh konsorsium
Infrared Data Association (IrDA), sinar infrared dari Light Emitting
Diode (LED) memiliki panjang gelombang sekitar 875 nm. Hingga kini
memiliki dua versi yaitu Versi 1.0 dan 1.1
Murah, stabil, dan hemat daya
Untuk membuat sebuah alat yang dapat memancarkan sinar infrared, tidak
diperlukan sebuah proses rumit dengan bahan-bahan eksotis sehingga
membuatnya mahal. Sinar infrared dapat dengan mudah dihasilkan oleh LED
yang dapat diproduksi dengan sangat murah. Hanya karena satu alasan ini
lah mengapa device dengan infrared lebih dipilih oleh para produsen
elektronik.
Standar dari IrDA adalah kedua versi dari infrared hanya terletak
pada jumlah data yang dapat ditransfer dalam satu paket. Versi 1.0 dari
infrared memiliki kecepatan dari 2,4 hingga 115,2 Kbps. Sementara
versi 2.0 memiliki kecepatan dari 0,576 hingga 1,152 Mbps. Infrared
memiliki dua kecepatan karena struktur pengiriman data pada
interkoneksi ini cukup unik. Untuk menghindari terjadinya perpindahan
data apabila koneksi sudah putus dan semacamnya, maka pertama kali
protokol infrared akan mengirimkan “sinyal tes” dengan kecepatan sinyal
yang rendah. Dengan tes ini, bila kondisi sudah sesuai, maka kecepatan
penuh digunakan dalam transfer data. Hal ini tentu berpengaruh pada
penghematan daya.
Proses koneksi infrared bekerja dengan cara yang sangat sederhana.
Ketika terjadi pertemuan di antara dua buah device dengan interkoneksi
tersebut, maka akan terjadi sebuah pengenalan secara anonim diantara
kedua device tersebut. Pengenalan ini kemudian berlanjut ke arah yang
lebih dalam lagi di mana kedua device tersebut meyetujui untuk memberi
“nama sementara” pada masing-masing device sehingga protokol infrared
mengenali kedua belah pihak dan melakukan transfer data atau untuk
sekedar mempertahankan koneksi hingga perintah terakhir dijalankan.
Tentunya hal ini memudahkan koneksi untuk device dengan interkoneksi
infrared karena tidak diperlukannya proses pairing yang merepotkan.
Infrared menggunakan teknik pemancaran gelombang pulse modulation.
Teknik ini digunakan atas dasar bahwa infrared tidak menggunakan banyak
daya sehingga sinyal cenderung lemah.
Kurang dioptimalkan
Meskipun murah dan mudah digunakan, interkoneksi ini juga memiliki
beberapa kekurangan. Dikarenakan infrared menggunakan sinyal terarah dan
bias sinyal yang didefinisikan IrDA adalah 30 derajat maksimum, maka
device dengan interkoneksi ini harus “bertatap muka” pada jarak yang
dekat. Tentunya bila tidak tersedia tempat yang datar untuk terjadinya
kontak fisik tersebut, maka hal ini akan menjadi kendala besar bila Anda
berniat untuk memindahkan data dalam jumlah yang sangat besar.
Kekurangan terutama terletak pada alat-alat yang mendukung
interkoneksi ini. Infrared adalah teknologi yang cukup tua. Rancangan
awalnya mendikte bahwa perpindahan data terbatas pada kecepatan 115.2
Kbps. Kecepatan ini sering disebut sebagai kecepatan koneksi Serial.
Pengembangan lebih lanjut dapat terjadi apabila Bluetooth tidak datang
dan menawarkan interkoneksi baru yang tidak memerlukan kedua device
harus bertatap muka.
Untuk masalah jarak, IrDA hanya mendefinisikan dua istilah saja, Low
Powered device dan standard IrDA. Low Powered device ini digunakan
pada device yang sangat sensitif terhadap penggunaan daya. Karena
sifatnya yang sangat hemat daya, maka cakupan jarak pada device ini
hanya sekitar 20-30 cm saja. Untuk standar IrDA, infrared dapat
mencapai jarak 1 meter dengan konsumsi daya yang tidak terlalu besar.
Akan tetapi, di luar standar IrDA terdapat juga infrared yang memiliki
jarak yang sangat jauh. Istilah Consumer Level infrared adalah infrared
yang memiliki jarak lebih dari lima meter. Alat-alat yang menggunakan
tipe infrared seperti ini umum terdapat pada remote control elektronik
konsumen, seperti televisi dan stereo system.
Bluetooth: Interkoneksi tanpa kendala
Pada tahun 1994, di kota Lund Swedia, Ericsson mempelopori interkoneksi
wireless yang lebih canggih dibandingkan dengan solusi infrared pada
waktu itu. Teknologi yang diberi nama Bluetooth ini kemudian
dikembangkan secara bersamasama dalam sebuah konsorsium yaitu Bluetooth
Special Interest Group (SIG). Dengan Bluetooth, perpindahan data antara
device tidak lagi harus tertahan pada bidang datar saja. Dengan
Bluetooth juga, masalah jarak pada infrared dapat dengan mudah
dipecahkan karena cakupan jarak interkoneksi Bluetooth yang dapat
mencapai sepuluh meter.
Sinyal radio: Solusi mudah, cepat dan nyaman
Bluetooth bekerja dengan cara mengirimkan data melalui sinyal radio pada
frekuensi 2,4 Gigahertz. Rentang frekuensi ini telah digunakan sebagai
standar dari Industrial, Scientific, and Medical devices (ISM).
Bluetooth tidak sendirian dalam rentang sinyal ISM ini. Bahkan pesawat
telepon wireless generasi terbarujuga menggunakan frekuensi ini.
Untuk menghindari terjadinya sambungan silang dengan device lain
pada frekuensi yang sama, Bluetooth bekerja dengan cara spread spectrum
frequency hopping (SSFH). Frequency hopping adalah istilah yang
menjabarkan bahwa selama Bluetooth aktif, maka device tersebut akan
selalu berpindah frekuensi dalam rentang 2,42-2,48 Gigahertz sebanyak
1.600 kali per detik. Untuk membantu menghindari terjadinya sambungan
silang, sinyal yang digunakan oleh Bluetooth hanya sebesar 1 miliwatt.
Selain itu, ada masalah kedua yang membuat koneksi antara device
dengan interkoneksi Bluetooth tidak mungkin atau minim terkena pengaruh
sambungan silang. Ketika device dengan interkoneksi ini telah
melakukan pairing, maka kedua device tersebut beroperasi dalam rentang
frekuensi yang bersama dan juga melakukan perpindahan pada saat yang
sama juga. Istilah pairing dalam Bluetooth ini juga sering disebut
dengan Personal Area Network (PAN).
Bluetooth memiliki kecepatan koneksi teoritis sebesar 1 Mbps. Akan
tetapi, 20% dari total kecepatan digunakan untuk mengirimkan data CRC,
sehingga kecepatan efektif interkoneksi ini sebesar 721Kbps. Kecepatan
yang disebutkan di atas adalah dari spesifikasi Bluetooth 1.1,
sedangkan spesifikasi Bluetooth 1.0 mem punyai kecepatan sekitar 420
Kbps. Akan tetapi, versi 1.0 sudah sangat jarang ditemui pada produk di
pasaran.
Bluetooth 1.2 yang akan segera dikeluarkan memiliki perubahan yang
sangat mendasar. Penyertaan Adaptive Frequency Hopping semakin
memperkecil kemungkinan terjadinya sambungan silang dengan device yang
menggunakan frekuensi serupa. Tentunya dengan semakin memperbaiki
kualitas transfer sinyal dengan AFH, jarak dan bandwidth secara
teoritis dapat ditingkatkan lagi.
Solusi baik meskipun tidak sempurna
Bluetooth mengkonsumsi daya yang cukupbesar. Meskipun hanya mengirimkan
sinyal sebesar 1 miliwatt, tetapi karena refresh rate yang tinggi
(frequency hopping sebanyak 1.600 kali) tentunya membutuhkan daya
kumulatif yang relatif besar.
Kekurangan Bluetooth terletak pada caranya mengurus data. Secara
teoritis, PAN dapat dikembangkan untuk mendukung hingga maksimal tujuh
koneksi. Akan tetapi, manajemen bandwidth data pada Bluetooth hanya
mengizinkan akses data terjadi pada tingkat individu saja atau terjadi
hanya pada dua device sementara yang lain harus menunggu.
Wi-Fi: Interkoneksi canggih masa depan?
Meskipun Bluetooth menyajikan solusi yang hampir mendekati kesempurnaan,
masih ada satu lagi interkoneksi wireless yang tampaknya hadir untuk
mengacaukan kegemilangan Bluetooth.
Wireless Fidelity (Wi-Fi) pada awalnya adalah sebuah teknologi
interkoneksi wireless yang diperuntukkan untuk menghilangkan kabel pada
jaringan dalam ruangan. Namun, dengan semakin majunya teknologi dan
efisiensi produksi, transmitter sinyal dan mekanisme pendukung Wi-Fi
dapat dimasukkan ke dalam device dengan ukuran yang kecil.
Wi-Fi bekerja serupa dengan Bluetooth dalam hal bahwa keduanya
menggunakan sinyal radio pada rentang frekuensi 2.4 Gigahertz. Namun,
Bluetooth menggunakan spread spectrum frequency hopping, sedangkan
Wi-Fi menggunakan direct sequence spread spectrum (DSSS). DSSS bertolak
belakang dengan SSFH dalam hal penggunaan frekuensi radio. Dimana SSFH
berpindah frekuensi dengan sangat cepat dalam membawa data, sedangkan
DSSS hanya menggunakan beberapa rentang frekuensi saja dan secara
bersamaan juga mengirimkan data pada rentang frekuensi tersebut. Ini
berarti data yang dikirimkan dengan Wi-Fi menjadi lebih stabil dan
tentunya menjadi lebih cepat karena kestabilan frekuensi yang
digunakan, tidak seperti Bluetooth.
Wi-Fi bekerja dengan sistem access point yang membuatnya memiliki
sifat yang pasif. Meskipun begitu, setiap modul Wi-Fi yang ada, dibuat
untuk mengirimkan sinyal dan menerima sinyal, Hal inilah yang kurang
dimasyarakatkan oleh produsen device dengan interkoneksi ini.
Sebenarnya, Wi-Fi dapat melakukan koneksi point-to-point seperti
Bluetooth yang diberi nama mode adhoc. Akan tetapi, karena penggunaan
daya Wi-Fi yang sangat besar, mode adhoc ini jarang digunakan.
Rentan terhadap sabotase
Wi-Fi hanya memiliki satu kelemahan yang sangat mengganggu. Sifat
penggunaan frekuensi yang stabil ini tampaknya membuat penggunaan daya
yang sangat tinggi. Dibandingkan dengan Bluetooth, Wi-Fi dapat
menggunakan daya hingga sepuluh kali lipat lebih banyak. Keamanan juga
menjadi masalah yang sangat penting pada Wi-Fi. Karena sifatnya yang
menggunakan frekuensi stabil, Wi-Fi rentan terhadap masalah hijack atau
pembajakan bandwidth.
Selain itu, kekurangan lain yang mengganggu kinerja Wi-Fi datang
bukan dari Wi-Fi itu sendiri. Sifat interkoneksi yang menggunakan
rentang frekuensi tetap dapat mengalami gangguan apabila terdapat
interkoneksi Bluetooth yang sedang beroperasi. Karena menggunakan
rentang frekuensi yang sama, maka ketika banyak interkoneksi wireless
yang terjadipada frekuensi ISM, Bluetooth dan Wi-Fi sudah pasti akan
mengalami konflik.
Perpindahan data: Dikuasai oleh protocol
Memindahkan data tidak terjadi secara mudah.Agar terjadi pertukaran data
yang sempurna, maka dibutuhkan berbagai macam aturan atau protokol
agar terjadi sebuah hubungan antara alat dan terjadinya proses
pengiriman dan penerimaan data.
Instruksi untuk terjadinya pengiriman data
Hal pertama yang sangat dibutuhkan oleh device yang memiliki kemampuan
interkoneksi wireless adalah memiliki protokol pengiriman data. Sama
seperti istilah Transmission Control Protocol (TCP) pada sistem jaringan
dengan kabel, interkoneksi wireless juga memiliki protokolnya sendiri.
Transport Protocol (TP) pada interkoneksi wireless bertanggung jawab
dalam memisah data dalam paket-paket untuk dikirim. Namun tidak hanya
bertanggung jawab untuk mengirim saja, TP juga bertanggung jawab untuk
mempersatukan paket-paket tersebut menjadi data utuh sesuai aslinya
(metode CRC).
Instruksi untuk terjadinya perpindahan data
Setelah terjadi perpindahan data, terdapat protokol lagi yang
mendefinisikan perintah menerima dan mengirim data. Tanpa hal ini, data
yang dikirim akan ditolak dari device yang menerima ataupun tidak
terjadi hubungan sama sekali. Protokol Object Exchange (OBEX) merupakan
protokol yang sangat memegang peranan dalam hal perpindahan dan
pengiriman data. OBEX mendefinisikan apa saja yang dapat dan tidak dapat
dikirim atau diterima oleh sebuah device. Hal ini sangat penting
karena beberapa produsen device, seperti ponsel, tidak “membuka” secara
penuh protokol OBEX sehingga perpindahan data hanya dapat dilakukan
khusus pada ponsel buatan produsen itu sendiri. Seperti pada contoh,
beberapa model ponsel dengan interkoneksi infrared tidak dapat
melakukan perpindahan file gambar pada ponsel lain melalui koneksi
tersebut. Hal ini juga terjadi pada PDA, khususnya model-model yang
diluncurkan oleh Palmon meskipun dapat dengan mudah diatasi. Pada
awalnya, produk dari Palmone menyimpan file yang diterima dari
interkoneksi wireless dengan istilah “unknown format” atau objek yang
tak terdeteksi extention-nya. Meskipun mungkin di dalam PDA tersebut
terdapat program yang dapat membaca extention tersebut, namun PDA-nya
tidak dapat mendeteksi jenis objek tersebut dan mendeklarasikanunknown
format.
Dalam kasus infrared, diciptakan extension protokol dari OBEX untuk
pengiriman data pada mobile device (PDA dan ponsel) yang bersifat
universal seperti contact number, SMS, calendar dan sejenisnya.
Perpindahan data biner
Di dunia komputer di mana data adalah raja, bahasa manusia yang kita
kenal tidak ada gunanya di tempat tersebut. Dunia komputerisasi mengenal
bilangan biner sebagai bahasa pengantar sehari-harinya. Kode biner
terbentuk karena sifat dari komputer itu sendiri di mana ia berpikir
dengan cara switching seperti layaknya saklar lampu, yang hanya terdapat
sinyal ya (1) dan tidak (0). Hal inilah yang membuat bahasa yang dapat
dimengerti komputer harus dipecahkan dulu menjadi bahasa biner
sehingga dapat diproses dengan benar.
Bahasa biner yang paling mudah adalah BIT, sebuah singkatan dari
BinaryDigit. Di dalamnya terkandung perintah 1dan 0 dalam bentuknya
yang paling sederhana. Bilamana terdapat 8 BIT, maka akan terbentuk 1
BYTE. BYTE adalah istilah yang telah disetujui oleh konsorsium dunia
komputerisasi dunia. Bahasa mesin komputer menggunakan data biner
karena sifatnya yang sangat fleksibel. Untuk menjaga keutuhan data yang
dikirim, biasanya terdapat metode Cyclic Redundancy Check (CRC) untuk
mengukurnya. Metode sederhana yang memberi angka pada paket-paket yang
dikirim dan menyusunnya kembali berdasarkan urutan pengiriman. Metode
ini biasanya terintegrasi secara hardwaredan diatur melalui software.
Proses pengenalan device dengan pairing
Infrared, Bluetooth dan Wi-Fi semuanya harus melakukan pengenalan dengan
device yang akan bertukar data. Istilah pengenalan ini disebut dengan
pairing. Device dengan infrared karena terbatas pada koneksi
point-to-point maka memiliki proses pairing yang termudah. Ketika
terjadi kontak sinar infrared, maka protokol infrared akan memberikan
nama unik sementara pada kedua alat tersebut. Nama ini akan ada hingga
pada akhirnya koneksi diputuskan. Bluetooth dan Wi-Fi memiliki sedikit
perbedaan dibandingkan dengan koneksi infrared. Bluetooth dan Wi-Fi
dapat berfungsi di dalam jaringan di mana terdapat banyak device. Untuk
mencegah terjadinya konflik, maka device dengan kedua interkoneksi ini
memiliki nama-nya masing-masing. Dengan penamaan ini, maka device
dengan Bluetooth atau Wi-Fi dapat dengan cepat masuk atau keluar dari
jaringan karena sudah “dikenal”. Meskipun begitu, proses pairing
Bluetooth dan Wi-Fi tidak semudah infrared. Kini tersedia beberapa
konfigurasi yang harus diatur secara benar agar terjadi pairing dengan
kedua interkoneksi ini. Istilah pairing pada Wi-Fi disebut sebagai
sniffing.
Asal istilah Bluetooth
Nama Bluetooth tidak berhubungan sama sekali dengan teknologi
perpindahan data. Istilah Bluetooth bahkan juga tidak terkait dengan
teknologi sama sekali. Bluetooth adalah nama belakang dari Harald
Bluetooth, seorang raja Denmark yang hidup sekitar tahun 910-940. Ia
berhasil mempersatukan Denmark dan sebagian dari Norwegia menjadi satu
kerajaan. Harald Bluetooth sendiri adalah seorang Viking, bangsa yang
terkenal keras, gemar berperang dan gemar menghancurkanapa pun yang
mereka temui. Akan tetapi, tampaknya Harald menepis asumsi tersebut
dengan sangat keras. Sebagaiseorang penakluk, ia membawa agama Kristen
kepada daerah jajahannya. Tentunya agama bukanlah sebuah hal yang lazim
bagi bangsa yang gemar berperang. Karena tidak tertulis di agama mana
pun bahwa menghancurkan dan membunuhadalah sebuah berkah.
Harald Bluetooth pada akhirnya meninggal di tangan putranya sendiri
yang bernama Svend Forkbeard. Kesemua cerita ini diterjemahkan dan
disadur ulang dari batu monumen di kota Jelling, Denmark. Ericsson juga
mendirikan monument untuk menghormati Harald Bluetooth di kota Lund,
Swedia. kota yang sama di mana protokol dan basis Bluetooth ditemukan
oleh Ericsson. Alasan utama penggunaan nama Bluetooth diambil karena
Harald adalah orang yang sangat penting dalam sejarah negara-negara
Baltik.
>> http://starsaver.wordpress.com/2008/04/11/sejarah-koneksi-nirkabel/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar